Sabtu, 29 Mei 2010

Konsep Penjurian Bonsai (Bagian 1) menurut wawang sawala


Luruskan Mitos Produk Suka-suka: “Bonsai bukan produk suka-suka, tapi karya seni yang ada di dalam koridor. Itu untuk meluruskan mitos kalau bonsai tak sekedar koleksi bergengsi,” kata Anggota Tim Juri Kontes Bonsai Indonesia, Wawang Sawala. Draft dan teknik penjurian bonsai penting diketahui, terutama bagi penghobi pemula.

Tokoh bonsai dan juga anggota tim juri, Wawang Sawala, akan memandu artikel ini, sejalan juga dengan bagaimana teknik penjurian Ia juga memberikan beberapa tips bagaimana mendapatkan poin tinggi dalam kontes, dengan mendekatkan pada draft yang ada.

Memang tak ada yang bisa menyalahkan bila kita menyebutkan, kalau bonsai sebagai produk suka-suka. Sebab, bonsai yang dibuat merupakan satu bentuk ekspresi yang kita tuangkan dalam bentuk tanaman. Jadi apapun bentuknya, pasti berdasakan selera dari pemilik yang tentu tak bisa disalahkan.

Anggapan ini tentu bisa saja benar, dengan syarat bahwa karya bonsai yang dimiliki untuk dinikmati sendiri, bukan untuk diikutkan dalam lomba. Sebab, saat masuk dalam lomba atau kontes akan ada aturan baku yang mengatur bagiamana bonsai yang bagus dan layak jadi juara. Pedomannya ada pada draft penjurian yang nantinya akan memberikan nilai dari produk tersebut.

“Aturan dibuat untuk memberikan pedoman mana produk yang baik dan layak juara,” tandas Wawang yang sudah menggeluti bonsai dari tahun 70-an.

Secara garis besar, draft penjurian terdiri dari empat sub, yaitu:

Gerak Dasar

Pada item ini bonsai akan dinilai dari arah pergerakan, mulai dari akar hingga ujung batang dengan fokus penilaian di bagian akar dan batang. Di sini, akan dinilai bagaimana gerakan tanaman dari tiga poin, yaitu gaya, karakter, dan alur gerak. Untuk gaya adalah penilaian bonsai menurut gaya yang sesuai dengan kriterianya.

Contohnya, gerakan ke atas – tegak – lurus, maka yang baik adalah mempunyai bentuk mengerucut, dimana bagian batang bawah lebih besar dan mengecil di bagian ujungnya. Itu sama halnya dengan gaya menyamping harus ada keseimbangan yang bisa dilihat dari bagian akar yang mendukung gerakan itu.

“Bila gaya menyamping ke kanan, maka bagian akar sebelah kanan batang harus lebih kokoh untuk menyangga batang. Di situ, gerakan yang muncul memang menyesuaikan dengan apa yang terjadi di alam,” ujar Wawang.

Di poin karakter, menonjolkan kekuatan dari jenis tanaman. Diantaranya, dari ketuaan batang. Penilaiannya dari karakter atau watak yang berbeda di setiap jenis yang terlihat dari ciri anatominya. Di bagian ini memang akan memberikan nilai lebih untuk jenis asam jawa maupun santigi yang mempunyai karakter batang pecah dan tua. Bentuk tua ini yang akan memberikan nilai lebih saat penjurian.

Poin terakhir adalah alur gerak yang terdapat di seluruh anatomi, mulai dari akar sampai mahkota. Penilaian juga termasuk dalam bonsai yang mempunyai batang lebih dari satu, baik twin, triple atau grouping. Di sini, karakter gerakan jadi poin penting. Contohnya, pada gaya in-formal alur gerak yang baik lekukan batang tak hanya menyamping ke kanan atau ke kiri, tapi juga bisa ke depan dan ke belakang. Untuk gerakan seperti ini nilainya akan jauh lebih besar.

Kematangan

Di sub penjurian, kematangan yang diutamakan adalah proses hasil akhir dari tanaman, baik dari anatomi maupun pembuatannya. Konsentrasi penilaian ada pada cabang, ranting, dan daun. Untuk poin pertama adalah tahapan, fokus pada perjalanan hidup bonsai sesuai dengan anatominya.

Kriteria penilaian sendiri ada 5 berdasarkan kelengkapan anatomi, yaitu bayi yang hanya memiliki akar dan batang, kemudian anak dengan akar, batang dan cabang. Selanjutnya, remaja yang ditandai dengan munculnya ranting. Pada remaja, selain cabang muncul juga ranting dan anak ranting. Terakhir adalah tua, dimana struktur tanaman sudah lengkap dari akar, batang, cabang, ranting, anak ranting, dan beberapa bagian lainnya.

Poin selanjutnya adalah keseimbangan anatomi. Di sini, bonsai semakin tua ukuran maupun diameter anatomi, akan makin seimbang dan lengkap. Pada poin ini akan memberikan nilai tinggi di anatomi tanaman yang tua. Indikatornya, menurut Wawang, bisa dilihat dari ukuran cabang dibandingkan batang. Bila ukuran proporsional, artinya cabang tak terlalu kecil dibandingkan batang, maka indikator seimbang sudah dimiliki.

“Kalau batang sebesar badan manusia cabang setidaknya sebesar paha, jadi bentuknya simbang. Jadi, ukuran bonsai bukan jaminan mendapatkan nilai tinggi di bagian ini bila kelengkapan anatomi tak seimbang,” ungkap Wawang.

Ketiga adalah poin dimensi yang menggambarkan ukuran ruang dari bonsai itu. Sebab, bonsai merupakan karya seni tiga dimensi yang menempati tiga orientasi. Jadi, adanya kesan luas yang dicirikan dari gerakan batang, cabang maupun ranting sangat penting dimiliki.

Untuk komposisi yang jadi poin terakhir menggambarkan tata letak dan susuan satu atau beberapa obyek dalam satu ruang tertentu. Tujuannya, untuk menggambarkan satu-kesatuan yang harmonis, termasuk ukuran obyek itu.

“Contohnya, bonsai dengan gaya miring ke kanan, akan baik bila diletakkan di sebelah kiri dari pot agar seimbang. Konsepnya seperti memasukan foto dalam frame dan membuatnya jadi indah untuk dilihat,” jelas Wawang.

Keserasian

Fase ini dibagi atas tiga poin, yaitu kesehatan, peletakan di wadah/pot, dan kesan tua. Untuk poin pertama kesehatan di sini jelas memperlihatkan aspek fisiologis tanaman terkena penyakit atau tidak saat dilakukan kontes. Meski hanya sedikit bagian yang hidup – tapi bila kesehatan baik – maka nilai di bagian ini bisa tinggi.

“Sama halnya dengan daun yang sengaja dirontokkan bisa dinilai sehat, karena mencirikan tumbuh saat musim meranggas atau musim gugur. Jadi, nilai tetap bisa tinggi,” ujar Wawang.

Pada penempatan di pot, menitik-beratkan pada perspektif yang jadi jarak pandang, proporsi dan harmoni, sehingga memilih ukuran dan desan pot akan menentukan penilaian di bagian ini. Untuk bonsai yang punya karakter kekar dan maskulin, akan lebih menarik diberikan pot dengan bentuk yang tajam, seperti segi enam. Begitu juga dengan ukuran pohon dan pot harus sesuai

Kesan tua di sini adalah penampilan karakter dari tekstur kulit atau kayu di setiap anatomi sesuai rentang perjalanan hidupnya dengan warna yang alami. Jadi, aksesori seperti cat harus diminimalkan, agar kesan alami lebih terlihat tanpa ada yang ditutupi.

Penjiwaan

Ada tiga hal yang diambil, yaitu keseimbangan optik, realitas alam serta kesan, dan pesan. Untuk keseimbangan optic, jelas bahwa bonsai harus enak dilihat dari sudut pandang yang diinginkan oleh pemilik. Di situ, menitik-beratkan pada pengolahan rasa dan hal-hal yang tersirat. Selanjutnya adalah realitas alam yang berhubungan dengan gerakan dari bonsai. Contohnya, bonsai yang tumbuh di atas tebing batu harus mempunyai gerakan yang selaras dan mencerminkan lokasi hidup secara lengkap.

Unsur utama yang mempengaruhi adalah sumber air dan matahari. Di realitas alam, juri akan melihat ada-tidaknya kejangggalan dari karya yang dibuat. Contohnya, tajuk yang langsung terkena sinar matahari harus punya ukuran lebih besar dibandingkan tajuk terhalang sinar. Sebab, matahari akan mempercepat pertumbuhan daun, sehingga volume-nya akan lebih besar.

“Di bagian terakhir, yaitu pesan kesan jadi yang paling sulit, karena juri dituntut untuk menangkap keinginan dari pemilik. Namun untuk pebonsai yang pintar, emosi saat pembuatan akan terlihat dari setiap detail karya. Di situ, makin kuat emosi yang terlihat, nilai akan makin besar,” terang Wawang. [bayu]

http://tabloidgallery.wordpress.com/2008/08/06/konsep-penjurian-bonsai-1/

Jumat, 28 Mei 2010

TOKOH BONSAI DUNIA

1. Masahiko Kimura




Masahiko Kimura pada umur 18 tahun

Masahiko Kimura (lahir di Kumamoto, Jepang, 10 September 1917 – meninggal di Tokyo, Jepang, 18 April 1993 pada umur 75 tahun) adalah seorang judoka (penjudo) berkebangsaan Jepang yang secara luas dikenal sebagi judoka terhebat sepanjang masa.Di Jiu-Jitsu Brazil, penguncian lengan ude-garami sering disebut "Kimura" karena kemenangan oleh Masahiko Kimura yang terkenal. Dia meninggal pada umur 75 tahun karena kanker paru-paru. Masahiko Kimura adalah pemegang saham dengan praktisi judo terkenal yang brutal bersama kunci yang diterima dia terkenal di seluruh dunia Tetapi seniman bonsai Kimura sangat dikenal teman-temannya.. Dia pertama kali mulai belajar bonsai dalam rangka untuk menyenangkan hati ibunya .Dia membuat namanya di industri ini karena cara dia mampu membentuk kayu mati.. Ia dikenal atas kerja terdepan dan untuk menantang tradisi dengan desainnya.


maha karya kimura


2. Ben Oki

Ben Oki adalah seniman bonsai berbintang. lanskapis dan tukang kebun dengan gelar bisnis dari salah satu bisnis yang paling bergengsi sekolah Jepang ini telah menciptakan kebun untuk bintang untuk film seperti Cybil Shepherd. Semua karyanya menunjukkan pelatihan membonsai awal klasiknya.
Oki belajar di bawah master asli bonsai modern, John Naka (lihat di bawah) kebun-Nya yang desain bonsainya lebih klasik dari beberapa seniman lain di daftar ini.. Ia telah menerima berbagai penghargaan baik di AS dan Jepang. Dia bahkan memiliki penghargaan yang dinamainya sendiri, Ben Oki International Design Award.

Maha karya ben oki



3. Linsey Bebb
Lindsey Bebb adalah salah satu seniman terkemuka Australia bonsai. Dia telah membentuk miniatur pohon selama hampir 40 tahun dan telah membangun bisnis yang sukses di pekerjaannya, hanya menjalankan toko ritel terakreditasi penuh bonsai di Australia.
Tidak seperti beberapa orang lain dalam daftar ini, warna memainkan bagian penting dalam pekerjaan Bebb's. Banyak pohon miniatur yang memiliki bunga atau daun dengan warna yang berada di luar spektrum warna yang biasa hijau dan abu-abu. Pohon-Nya kita lihat, lebih lengkap lebih alami karena daun.
Maha karya Linsey Bebb


4. Quinquan Zhao

Quinquan Zhou yang paling terkenal untuk membuat penjing (lanskap miniatur yang menggabungkan bonsai dengan tanah, dedaunan, dan batu). Kebanyakan orang Cina mungkin lebih akrab dengan seni Quinquan Zhou . Pemandangan ini telah dilihat dalam lukisan Cina klasik usia.

Lahir di dekat Sungai Yangtze di Cina Tengah, Zhou telah mengelilingi Eropa, Pasifik, dan Amerika untuk mengajar dan merancang. Dia telah menerbitkan buku tentang penjing dan dikenal untuk memberikan demonstrasi hidup . Ia juga dikenal untuk mempelopori penggunaan marmer di desain untuk membangkitkan pemandangan gunung yang Tengah dan Selatan Cina begitu terkenal untuk dilukiskan dalam sebuah bonsai.

Qingquan 'Brook' Zhao

is an internationally acclaimed artist. Outside his native China, his work has been exhibited in France, Holland, Italy, Japan, Macao, and the U.S. A popular headliner at international conventions, he has conducted programs in Australia, Canada, France, Italy, Malaysia, India, the United States, and Venezuela.

Born and raised in Yangzhou, China's ancient center of learning and the arts situated at the confluence of the Grand Canal and the Yangtze River, Qingquan Zhao grew up in an environment where the penjing tradition was very much alive. At a young age, Zhao became intrigued by the miniature trees and landscapes in his father's and grandfather's collections. He is a third-generation bonsai and penjing artist.

Mr. Zhao is a master of composition. He is particularly famous for his landscapes and forest arrangements. In the 1970's, he pioneered a new form of penjing where trees and stones are artistically grouped on white marble slabs to evoke, in the viewer's eyes, tranquil mountain sceneries and waterscapes. This form, water-and-land penjing, has since become his signature work and has brought him worldwide fame. His work with single trees, too, is outstanding. He particularly excels at creating trees in the literati style.

Mr. Zhao brings a gentle and highly sensitive approach to his art. During his demonstrations, audiences of all ages become enthralled as they watch him transform moments in time into timeless serenity and universal beauty by applying time-honored principles of Chinese aesthetics and design. His first English-language book, Penjing: Worlds of Wonderment. A Journey Exploring an Ancient Chinese Art and Its History, Cultural Background, and Aesthetics, published in 1997, has become a classic.

Mr. Zhao's work has earned him enthusiastic praise from bonsai and penjing artists and collectors around the world as well as from Chinese and Japanese garden designers. For instance, British artist Colin Lewis has stated that "Mr. Zhao will do for penjing what Kimura has done for driftwood bonsai", and Douglas Roth of the Journal of Japanese Gardening has written that Mr. Zhao's book "features some of the finest miniature landscapes ever created. Just a brief glance is enough to recognize Mr. Zhao's exceptional talent at assembling small rocks and plants in a way that masterfully evokes the natural landscape. On a small marble slab, Mr. Zhao creates shorelines, mountains, and weather-worn rock compositions that are as soulful as a landscape painting and as realistic as a nature photo."








5. Robert steven







- Alamat: Jl. Batu Tulis VIII No 27-A, Jakarta 10120, Indonesia
Tel. +62-21-3510465, 34833358 Fax. +62-21-3459486,

6599033 Mobile: + 62-816 8083 99
Email: markamtr@cbn.net.id; robertbonsai@hotmail.com
- Dalam bisnis Giftware (halus-seni patung), Cina mebel antik & memorabilia, peralatan Bonsai, Stamps & perangkat tanda, 3-D Software & Pelatihan dan Internet Marketing.

- Hobi lain di samping Bonsai: membaca & menulis, mengumpulkan barang antik dan memorabilia unik, taksidermi, sihir-seni, patung, seruling Cina dan berlatih Qi Gong.
- Mulai melakukan dan mengumpulkan Bonsai pada tahun 1979. Memiliki pusat pameran permanen dengan lebih dari 500 koleksi Bonsai di berbagai spesies.


Memiliki memenangkan lebih dari 200 penghargaan kompetisi nasional maupun internasional misalnya:

Entry Award 2000 Dunia JAL Bonsai Contest
Entry Award 2000 Ben Oki International Design Award
Runner-up pemenang tahun 2001 Ben Oki International Design Award
Pemenang Grand Award 2001 Certre Internasional
Runner-up pemenang tahun 2002 Ben Oki International Design Award
Runner-up 2002 Certre pemenang Penghargaan Internasional
Entry Award dari JAL Bonsai Contest Dunia 2002
Runner-up Dunia Bonsai Contest 2003
Bronze Award tahun 2006 Konvensi BCI di Cina
Pemenang Grand Award 2007 Certre Internasional
Award Desain Paling Asli 2007 dari Rob


MAHAKARYA ROBERT STEVEN











BERSAMBUNG..........

Kamis, 27 Mei 2010

Senirupa Bonsai Mencari Pengakuan

Bonsai bukan lagi hanya sekadar tanaman hias. Beberapa tahun belakangan ini sudah ada klaim bahwa bonsai adalah karya seni, khususnya seni rupa tiga dimensi. Namun seorang antropolog yang juga kurator senirupa menolak klaim tersebut, karena bonsai minim rekayasa manusia. Kurator lainnya mengakui sebagai seni, namun bukan senirupa. Sementara kalangan pecinta bonsai, punya alasan kuat untuk tetap mengklaim bahwa bonsai adalah seni rupa.

Klaim bonsai sebagai karya senirupa selama ini memang dilakukan kalangan penggemar bonsai sendiri. Meski mereka yang melakukan itu adalah juga perupa, dan memiliki latarbelakang pendidikan formal seni rupa, tetap saja mereka lebih berpihak pada bonsai. Robert Steven misalnya, adalah seorang pelukis dan pematung, Wahjudi D. Sutomo juga seorang pelukis dan sarjana senirupa. Sigit Margono yang pematung dan dosen senirupa, yang bukan kolektor bonsai, namun intensitasnya dalam perbonsaian sangat kental. Sehingga klaim yang dilakukannya bahwa bonsai adalah karya senirupa, masih bias.

Yang jelas, kecenderungan memaknai bonsai sebagai karya senirupa ini menarik. Dalam serangkaian diskusi bonsai selama ini, yang sering dibicarakan adalah seni rupa. Istilah-istilah senirupa bersliweran dalam diskusi seni bonsai. Bahkan, ini yang menarik, PPBI Sidoarjo pernah menggelar pameran apresiasi dengan mendatangkan juri yang terdiri dari pelukis, pematung dan fotografer.

Bagaimanakah pandangan kalangan senirupa sendiri? Yang tidak mengerti bonsai? Untuk itu majalah Jelajah Bonsai melakukan serangkaian wawancara dengan pihak-pihak yang sangat berkompeten untuk hal itu. Wahjudi D. Sutomo misalnya, adalah pihak pertama yang melontarkan wacana senirupa bonsai ini. Posisinya sebagai perupa sekaligus penggemar bonsai, tentu bisa dianggap bias. Nah, bagaimana dengan Suwarno Wisetrotomo? Dosen senirupa ISI Yogyakarta ini ternyata memiliki pandangan yang berbeda mengenai seni bonsai. Suwarno sengaja ditemui di rumahnya yang asri, model pendopo, di kawasan Banguntapan Yogyakarta

Sementara Djuli Djatiprambudi, mendukung klaim senirupa bonsai itu. Djuli adalah Doktor Senirupa lulusan ITB dan sekarang menjabat sebagai Ketua Jurusan (Kajur) Senirupa FBS Unesa. Pendapat senada didukung oleh Noor Ibrahim, pematung Surabaya yang berpengalaman pameran di berbagai negara. Yusuf Susilo Hartono, pemimpin redaksi majalah Visual Art, dengan hati-hati tidak menolak klaim senirupa bonsai itu, meski diakuinya bahwa nampaknya komunitas senirupa negeri ini belum sepenuhnya bisa menerima klaim tersebut.

Pandangan yang berbeda dilontarkan oleh Jean Couteau, antropolog asal Prancis yang berdiam di Bali. Jean adalah juga seorang, penulis, pengamat dan kurator senirupa ternama di Indonesia.

Manakah yang benar? Rangkaian wawancara ini tidak dimaksudkan untuk mencari kebenaran tunggal. Biar saja mereka berbicara menurut perspektifnya sendiri. Yang jelas, karena selama ini kalangan penggemar bonsai suka mengklaim bahwa bonsai adalah karya senirupa, maka sudah saatnya orang senirupa sendiri yang perlu ditanya pendapatnya mengenai hal ini.

Bisa jadi mereka mendukung klaim tersebut, atau malah menolaknya, juga yang berpendapat moderat. Mereka ada yang mengerti bonsai, ada yang hanya senang, ada yang tidak mengerti sama sekali. Dan ketika pendapatnya dirasa kurang sesuai dengan potret perkembangan bonsai saat ini, maka itulah tugas kalangan penggemar bonsai untuk melakukan kampanye. Bahwa bonsai harus diperkenalkan ke luar dunia bonsai. Tidak hanya asyik di kalangan penggemar bonsai sendiri. Jangan jadi jago kandang. Itulah pesan pentingnya. - hnr

(Ulasan lebih lengkap dapat dibaca di majalah JELAJAH BONSAI edisi 01 -2010)

Bonsai lintas batas


BONSAI YANG ANDA BANGET........

Dewasa ini bonsai oleh beberapa pakar mulai dimasukkan dalam suatu ranah seni khususnya masuk dalam ranah seni rupa. Konsekuensi logis dari penggolongan bonsai menjadi bagian dari ranah seni rupa adalah bahwa karya seni bonsai harus memenuhi kaidah-kaidah sebagai benda seni rupa. Oleh karena itu bonsai untuk dapat disebut sebagai hasil karya seni rupa yang bermutu tinggi maka untuk membuatnya para seniman bonsai perlu memahami tentang ilmu seni rupa. Pemahaman ilmu seni rupa merupakan prasyarat wajib bagi para seniman bonsai untuk dapat menjadi landasan konsep pembuatan suatu seni bonsai.

Jika seorang seniman bonsai telah memahami tentang ilmu seni rupa maka diharapkan seniman tersebut akan memiliki keinginan serta imajinasi-imajinasi yang indah, berani, liar namun dapat dipertanggungjawabkan secara ilmu seni rupa. Diharapkan pemahaman yang memadai tentang dasar-dasar seni rupa akan menjadi pemicu dan katalis dalam penciptaan hasil karya seni bonsai yang bermutu tinggi.

Ketika seniman bonsai telah dipengaruhi oleh dasar seni rupa maka dalam benak pikirannya saat membuat bonsai tentunya akan muncul unsur-unsur seni rupa seperti garis, warna, tekstur, keseimbangan, komposisi, dimensi, total performance. Waduh! Koq banyak sekali hal-hal yang harus diperhatikan untuk dapat membuat sebuah karya seni bonsai? Koq malah jadi ribet, ruwet dan sebagainya? Itu pertanyaan-pertanyaan mendasar yang akan muncul ketika awal teori-teori seni rupa dijadikan pertimbangan dalam membuat seni bonsai, tetapi ketika sudah diterapkan dan seniman memiliki rasa yang peka maka semuanya akan mengalir begitu saja. Sebuah karya seni bonsai yang bermutu tinggi tidak mesti ruwet, muter-muter, kompleks dan sebagainya. Justeru sebuah karya seni bonsai yang bermutu tinggi adalah karya seni bonsai yang penuh kesederhanaan namun mampu menampilkan seluruh unsur-unsur seni rupa secara pas.

Seorang seniman bonsai untuk dapat menghasilkan karya yang bermutu tinggi juga harus berani mengekplorasi setiap kemungkinan yang ada baik dari segi pemanfaatan bahan pokok, material pendukung maupun dari segi konsep bonsai yang hendak diwujudkan serta cara-cara pengerjaan. Bahkan jika perlu harus berani bersifat kontemporer yaitu melawan, menentang kaidah-kaidah yang selama ini telah mapan dengan cara-cara atau kaidah yang baru yang dapat dipertanggungjawabkan namun mampu memberikan hasil yang jauh lebih baik dari kaidah yang telah ada.
Keberanian para seniman bonsai untuk bersifat kontemporer menurut pendapat penulis akan lebih mampu mendorong munculnya kreativitas-kreativitas “nakal dan liar” dari para seniman sehingga hasil karya seni bonsai tidak hanya yang seperti itu-itu saja.

Fakta sejarah menunjukkan bahwa perkembangan kemajuan jaman diperoleh dari usaha-usaha yang terkadang melawan kaidah yang telah ada, berasal dari upaya yang nekat dan berhasil. Kenapa hal ini tidak kita coba untuk berkarya di bidang seni bonsai yang dasarnya merupakan hobby yang kecenderungannya untuk memuaskan hasrat hati atau egoisme pribadi? Kenapa untuk hobby kesenangan hati, kita masih mau dibelenggu dengan aturan-aturan yang diciptakan oleh orang lain yang belum tentu cocok untuk kita?

Oleh karenanya, sekarang beranikah Anda untuk menghasilkan karya seni bonsai yang bersifat Anda banget? Narsis bukanlah dosa!

AKSISAIN

Rabu, 26 Mei 2010

Menyoal Keindahan Bonsai Cascade

Bonsai bergaya cascade (air terjun) apakah harus punya kepala? Dimanakah letak keindahan bonsai yang memiliki batang menggantung itu? Lantas, benarkah bonsai gaya tersebut bukan termasuk gaya konvensional?

Menyebut lima gaya dasar bonsai, maka gaya cascade adalah salah satunya. Keempat gaya lainnya adalah; Gaya formal, Informal, Slanting (miring) dan Semi Cascade. Sebuah bonsai disebut bergaya cascade manakala pertumbuhan batang utamanya mengarah ke bawah sehingga melewati bibir pot. Pertanyaannya, apakah gaya cascade termasuk gaya konvensional? Jika iya, bagaimana aturannya?

Silang pendapat soal bonsai gaya cascade ini mengemuka dalam acara pertemuan rutin PPBI Cabang Sidoarjo bulan Juli yang lalu (19/7). Acara formal di kebun Husny di kawasan Bintang Diponggo Surabaya itu sebetulnya adalah diklat bonsai yang disampaikan oleh Wawang Sawala. Namun diskusi berkembang seru ketika saat awal Wawang melontarkan pertanyaan soal bonsai cascade.

Selama ini, yang disebut gaya konvensional adalah bonsai yang memiliki pakem tertentu. Misalnya saja, yang mengatur perbandingan besar batang dengan besar cabang, tinggi cabang pertama, jarak dan arah antar cabang, dan sebagainya. Tetapi, ternyata aturan-aturan tersebut hanya dapat diterapkan pada bonsai gaya formal atau tegak. Aturan itu tidak dapat diterapkan untuk keempat gaya bonsai yang lain.

Dalam prakteknya, memang hampir mustahil menemukan bonsai yang betul-betul mengikuti aturan atau pakem yang konon diciptakan orang Jepang itu. Apa yang disebut “aturan” itu sebetulnya tidak lebih sebagai sebuah panduan untuk membuat bonsai yang baik. Tetapi, bukan lantas berarti sebaliknya, bahwa bonsai yang baik itu harus menuruti aturan tersebut.

Maka yang namanya gaya bonsai, dalam perkembangannya bukan lagi ada lima, bisa puluhan, bahkan mungkin ratusan gaya bonsai. Mempersoalkan gaya konvensional dengan non-konvensional menjadi tidak relevan lagi. Sebab, kalau betul bahwa gaya konvensional harus mengacu pada aturan tadi, maka jangan-jangan tidak ada bonsai yang konvensional.

Terkait dengan gaya cascade, Wawang melontarkan pertanyaan; Apakah bonsai gaya cascade itu harus memiliki kepala? Pada mulanya, diskusi berkembang dengan satu persepsi, bahwa yang dimaksud “kepala” adalah kanopi yang ada di atas. Karena itu pertanyaan Wawang tadi dipahami sebagai, “bonsai cascade yang memiliki kanopi di atas”. Meskipun, yang dimaksud “kepala” dalam bonsai cascade justru berada menjuntai di bawah.

Jika pertanyaannya adalah “haruskah” maka jawabannya adalah “tidak harus”. Karena memang tidak ada keharusan apapun untuk menjadikan kepala agar bonsai menjadi indah. Kepala atau kanopi di atas itu bisa ada bisa tidak, tergantung apakah keberadaannya menunjang keindahan bonsai cascade tersebut.

Dalam prakteknya, bonsai cascade yang memiliki kepala di atas (berarti punya dua kepala) harus dirawat sedemikian rupa agar pertumbuhannya justru mengalahkan batang yang menjuntai ke bawah. Sebab, menurut kodratnya pohon memang tumbuh ke atas. Sehingga, dengan adanya kepala di atas pada bonsai cascade itu tadi maka lama kelamaan gaya cascade itu bakal kalah. Jadi, harus ada pengekangan pertumbuhan kepala yang di atas tersebut.

Disamping itu, pertumbuhan cabang dan kepala yang mengarah ke atas bukan tidak mungkin malah akan mengalahkan fokus pada batang yang menjuntai, yang justru menjadi ciri khas dan kekuatan bonsai cascade itu. Lantas, apakah batang yang tumbuh ke atas itu harus dibuang? Belum tentu juga. Dengan kata lain, dibutuhkan “keberanian” untuk tetap mempertahankan batang ke atas selama kesan cascade masih tetap menjadi kekuatan tersendiri.

Bonsai milik dari Tejo Suyoko Bondowoso adalah salah satu contoh keberanian tersebut. Meskipun, bisa jadi bonsai yang menang di ASPAX IX ini tidak tergolong cascade murni, sebab pertumbuhan batang atasnya lebih dominan. ­– henri nc

(Majalah GREEN Hobby – No 12/2008)

Model dan Gaya Bonsai: Tentukan Kualitas Hasil Jadi
Written by tabloidgallery
Saturday, 05 April 2008 06:14
Addthis

Keindahan bonsai memang dilihat dari harmonisasi antara akar batang cabang, daun hingga keluarnya bunga pada jenis tertentu. Dari unsur yang akan membantuk satu keindahan yang harus diperhatikan dan menjadi satu syarat penting adalah arah gerakan dari bonsai. Sebab arah gerakan akan menentukan tema apa yang harus kita ambil untuk pertumbuhan selanjutnya.

Kualitas bonsai secara keseluruhan memang dilihat dari empat unsur yaitu gerak dasar, keserasian, kematangan dan terakhir adalah penjiwaan. Dari keempat unsur ini gerak dasar akan menempati posisi pertama sebagai dasar dari pembentukan bonsai. Sebab garak dasar bisa diibaratkan sebagai karater asli dari satu tanaman.

Meski gerak dasar merupakan kombinasi antara akar batang cabang, dan daun tapi juga ikut menilai dari model dan gaya bonsai yang terbentuk. Disitu akan banyak sekali kreasi yang muncul apalagi bila didukung dengan bakalan yang berkualitas tinggi. Sebab bagaimana pun arah gerakan bonsai akan mengikuti dari bakalan. Langkah ini diambil untuk menghindari adanya gerakan yang saling bertolak belakang dimana akhirnya akan mengurangi komposisi keindahan bonsai.

Ditingkat seniman bonsai memang tidak ada pakem pasti tentang gaya bonsai termasuk arah gerakan yang di inginkan. Sebab sebagai produk seni tentu akan menyesuaikan dengan aspirasi sang empu yang tentu berbeda satu dengan lainnya. Pengaruh terbesar selain dari psikologis masing masing penghobi juga dari jenis tanaman yang dimiliki.

Namun secara umum ada beberapa model dan gaya bonsai yang menjadi dasar pergerakan. Meski sebagai dasar namun kreasi selanjutnya tentu tidak akan sama satu dengan lainnya. Sebab dari setiap bakalan membawa satu kreasi tersendiri. “Saat mencari bakalan, disana pebonsai harus sudah menentukan konsep apa dan gerakan mana yang akan dipilih,� aku Bambang Hermawan pebonsai asal Sidoarjo ini.

Memang diakui bahwa bakalan yang didapat seluruhnya berasal dari alam sehingga pebonsai sangat sulit untuk mencari bentuk yang di inginkan. Dari sulitnya mendapatkan bakalan yang sesuai dengan keinginan maka dituntut satu kepekaan untuk menentukan arah gerakan dari bakalan yang dimiliki.

Resiko Gaya Mengantung
Sebagai contoh untuk gaya turun/menggantung (cascade) sangat sulit di cari di alam sebab secara alami tanaman akan mengejar matahari dengan tumbuh keatas bukan menggantung. Darisitu untuk model gerakan menggantung harus mendapatkan bakalan yang sesuai dan itu biasanya berada di daerah tebing.

Kesultiannya adalah saat menginginkan gaya cascade namun tidak ada bakalan yang di miliki. Tentu solusinya adalah dengan melakukan kreasi dari bentuk asli menjadi bonsai yang bergaya menggantung. “Beberapa jenis bakalan bisa dilakukan proses penarikan batang namun hanya jenis tertentu saja,� imbuh Bambang. Jenis yang paling mudah untuk di tekuk biasanya dari jenis cemara seperti cemara duri yang masih lentur meski sudah berusia puluhan tahun.


Sebab untuk jenis ini punya kambium yang bisa diputar melingkar tanpa merusak peredaran nutrisi didalamnya. Selain itu jenis kawista juga punya struktur batang dan cabang yang lebih lentur. Namun untuk jenis lainnya jangan coba-coba untuk melakukannya sebab bila cabang patah maka pertumbuhan keatas seluruhnya akan mati antara lain untuk jenis sentigi.

Untuk pembentukan pada gaya cascade disitu top mahkota (kepala) tidak boleh lebih dari bibir pot untuk setengah menggantung. Namun untuk menggantung penuh maka kepala harus lebih dari bibir pot. Proses pengolahan yang harus disesuaikan untuk gaya ini adalah membuat cabang dan ranting untuk menyesuaikan dengan karakter batang yang menurun.

Gaya Tegak Lebih Aman
Gaya lain yang juga banyak diambil adalah bentuk yang lurus naik/tegak (bunjin). Gaya ini paling banyak diambil sebab akan menyesuaikan dnegan pertumbuhan tanaman yang mencari sinar matahari. Selain itu kreasi tekuk batang lewat proses pengkawatan (wiring) juga lebih sedikit.

Untuk gaya bunjin ini memang punya bentuk yang cukup ramah dimata atau familiar. Sebab gerakan yang keluar hampir sama dengan bentuk kecil dari pohon beringin dan tentunya makin mudah di mengerti tentu pasar yang diambil akan jauh lebih banyak

Dari gaya keatas ini yang harus diperhatikan adalah arah percabangan dari ranting dimana penentuan kepala harus tepat. Sebab semakin keatas jarak antar cabang semakin rapat sehingga harus ada konsep arah yang tepat terutama untuk bagian ranting. “Salah pada proses ranting bisa membuat bentuk kepala bonsai tidak tepat,� imbuh Bambang.

Pembentukan bonsai dengan gaya tegak lurus harus diawali dengan menentukan cabang yang akan digunakan sebagai kepala. Disitu batang yang berada diatasnya harus dipotong. Untuk pemotongan sebaiknya mengarah ke samping atau belakang agar bekas potongan tidak terlihat dari depan.

Gaya Miring Tampak Natural
Gaya lain yang juga banyak disukai adalah gaya miring. Untuk gerakan ini memang cukup digemari karena akan mengesankan tanaman ini tumbuh alami seperti halnya pohon yang hidup di lereng atau lahan yang miring.


Untuk menggarap teknik miring syaratnya bonsai harus mempunyai pangkal batang yang lebih besar dari pada pucuk batang. Ini diambil untuk memberikan kesan kuat untuk menahan posisi pohon. Bila pohon miring ke kanan berarti akar harus menjalar lebih kuat kearah kiri. Begitu juga sebaliknya untuk keseimbangan antar akar dan batang.

Untuk arah pertumbuhan cabang sendiri masih sama seperti halnya gaya bunjin namun untuk cabang dan ranting bonsai yang miring ke kanan harus lebih besar dibandingkan dengan bagian yang kiri. Begitu juga sebaliknya untuk mempertegas kesan miring pada batang dan keseimbangan pohon dengan akarnya.

Pembentukan untuk gaya miring sendiri bisa dibuat dengan pengkawatan pada batang dan ditarik untuk merubah arah tumbuh kesamping. Dari proses ini maka secara perlahan batang akan tumbuh miring dengan sendirinya. Untuk cabang yang tidak diinginkan sebaiknya dibuang. Arah percabangan lebih baik bila di sejajarkan dengan permukaan tanah.

“Pada gaya miring ini juga bisa dikombinasikan dengan gaya tertiup angin dimana cabang dan ranting juga mengikuti arah batang untuk mengesankan tanaman sedang tertiup angin,� pungkas Bambang. [wo2k]

Selasa, 25 Mei 2010


Bonsai kanada.
Jenis bonsai ini jarang ditemukan di alam .di daerah Riau tidak semua tempat ada jenis pohon ini karena tumbuhnya berkelompok -kelompok pada didaerah tertentu.

HARUS PUNYA CIRI KHUSUS
Membentuk bonsai memang memerlukan satu ketelitian dan juga kreativitas seni yang cukup tinggi. Disitu kesulitannya tentu menjaga agar tanaman tetap tumbuh di lingkungan yang kecil dan menjadikan satu bentuk seni pohon yang harus berkesan besar. Namun eksplorasi bentuk bonsai harus lebih dari sekedar miniatur pohon dan harus berani menciptakan gaya yang unik dan fenomenal.
Bonsai memang tidak bisa dipisahkan dengan nilai seni dan itu yang membuat tanaman kerdil ini punya kelas tersendiri dan juga penggemar fanatik. Dari pengembangan bonsai ada dua bagian yang terpisah yaitu pertama adalah keanekaragaman jenis tanaman yang bisa digunakan sebagai tanaman bonsai. Syaratnya tentu tanaman keras yang banyak tersebar di Indonesia.

Sementar pengembangan kedua adalah dari konsep seni yang dituangkan dalam karya seni bonsai. Disitu akan mencakup bentuk tanaman secara keseluruhan dilihat dari gaya gerakan dan konsep yang diambil. Dari hasil jadi bisa terlihat tingkatan kreatifitas dari pemilik termasuk juga gaya bonsai dan keberanian dalam melakukan eksplorasi gerakan baru.

Keberanian seorang pebonsai untuk menciptakan satu gaya dan bentuk yang unik secara langsung akan meningkatkan kreatifitas. Sebab dengan gaya baru akan muncul satu bentuk baru yang tidak sama atau merupakan pengembangan dari bentuk sebelumnya. Apalagi bila dari kerasi gerakan baru yang dimiliki ternyata mendapatkan respon yang positif dari komunitas tanaman kerdil ini.

Kerinduan akan munculnya gaya baru yang fenomenal dilontarkan oleh pebonsai kawakan asal Surabaya, Sulistyanto Soejoso. Menurutnya saat ini gaya bonsai yang ada masih cenderung mengecilkan tanaman atau dengan sebutan miniatur. Padahal bonsai punya arti lebih luas dari itu.

“Arti bonsai sendiri memang minatur dari tanaman tua namun harus dengan bentuk yang unik dan bisa dinikmati dari dekat,” ungkap pria yang akrab di panggil Sulis. Disitu ada banyak kesalah persepsi yang akhirnya akan menghentikan proses kreatifitas pebonsai. Salah satunya dengan terus membakukan satu gaya dan bentuk membuat bonsai.

Jebakan Gaya Formal dan Non Formal

Kedua gaya ini paling populer dimana bentuk untuk gaya formal seperti pohon beringin dimana bentuk kepala segitiga dengan rimbunnnya daun dan batang yang lurus. Sementara untuk gaya non formal masih mengambil bentuk kepala segitiga namun batang yang muncul punya gerakan meliuk. Tapi bila diambil garus lurus antara kepala dan akar tetap sejajar.

Disini memang gaya formal dan non formal paling mudah untuk di pahami dan dicerna oleh semua kalangan. Dari gaya ini akhirnya banyak pebonsai yang memilih untuk menggunakan gaya ini karena memang punya daya serap pasar cukup besar. Selain itu proses pembuatannya cukup mudah dan bisa menghemat waktu.

Tapi disitu akhirnya tentu proses kreatifitas kurang berkembang dan kondisi ini yang cukup mengkhawatirkan. “Seharusnya proses seni itu berani menciptakan hal baru dan unik,” tambah Sulis. Sebab bagaimanapun unsur seni tetap akan memegang peranan paling besar dalam pembuatan bonsai.

Akhirnya pebonsai jangan sampai terjebak dengan beberapa gaya saja sebab bila gaya yang dikeluarkan tetap tentu akan terjadi kebosanan pasar. Akibatnya tentu dari segi penjualan akan berkurang sebab pasar akan turun. Dalam jangka panjang akan membuat kreatifitas penghobi bonsai berkurang.

Kembangkan Kreatifitas

Dari bentuk segitiga yang banyak diambil sebenarnya masih banyak bentuk yang bisa di ekplorasi. Salah satunya dengan mengambil bentuk kepala datar yang banyak dijumpai pada pohon tua di wilayah Afrika. Disitu tentu bentuk yang baru akan menarik minat orang untuk menikmatinya lebih lama. “Sekarang banyak yang takut melakukan gaya unik karena khawatir saat kontes kurang mendapatkan apresiasi,” imbuh Sulis.

Padahal baik dari unsur seni maupun bisnis bentuk yang baru akan menarik perhatian terutama yang unik dan berbeda. Apalagi bila bentuk kemasan yang diambil seperti pot dan dimensi yang dimiliki sempurna. Maka harga jual tinggi bukan lagi masalah.

Jangan Ditutup Daun

Sebagai tanaman kerdil bonsai harus bia dinikmati dalam bentuk kecil namun tetap memberikan kesan yang luas. Menurut Sulis ada beberapa hal baku yang salah kaprah tentang proses daun. Disitu pada bagian akhir terlihat bahwa daun yang rimbun akan menutupi gerakan bonsai.

Kondisi ini tentu disayangkan sebab dari pakem bonsai sendiri tidak ada yang mengharuskan daun harus rimbun begitu juga dalam draft penjurian. Sebagai contoh bonsai gaya formal akan membentuk kepala segitiga banyak yang di penuhi oleh daun.

Tapi bila diperhatikan lebih detail maka daun akan menutupi gerakan dari cabang dan rating di dalamnya. Akibatnya keindahan dari gerakan ranting tidak terlihat. “Jadi percuma kita melakukan pengkawatan kalo hasilnya tidak terlihat,” imbuh Sulis. Padahal secara teknis tidak ada aturan yang mengikat.

Sehingga seni bonsai sendiri memang sangat erat dengan gerakan batang dan itu yang menjadi keunggulannya. Sehingga proses daun diharapkan tidak terlalu rimbun karena bisa menutupi gerakan didalamnya.

Seperti halnya pohon besar bila kita melihatnya dari dekat maka akan terlihat jelas karakter dari cabang dan ranting. Daun juga jangan sampai menghalangi pemandangan dibelakangnya. Sebab di pohon besar dan tua latar belakang langit masih bisa kita lihat dan itu berlaku juga pada bonsai.

Bakalan Dari Kawasan Pantai Lebih Baik

Untuk mendapatkan gerakan yang unik dan baru memang mau tidak mau harus mendapatkan bakalan yang bagus dan berkualitas. Disini akan banyak sekali bakalan yang bisa dipilih mulai dari bentuk hingga jenis tanaman. Namun ada beberapa cara yang bisa dipilih untuk mendpatkan bakalan unik.

Cari bakalan yang berada di tempat ekstrem dan mendapatkan asupan nutrisi yang terbatas. Contonya di wilayah bebatuan dan karang-karang di tepi pantai. Sebab dengan kadar nutrisi yang sedikit akan memicu gerakan ekstrem. Dengan gerakan yang unik maka pengembangan bentuk akan jauh lebih mudah
BONSAI SEBAGAI SENI DAN MINIATUR KEINDAHAN ALAM

Tuhan telah menciptakan alam yang sudah menyediakan pepohonan dengan keindahan tersendiri. Namun manusia juga bisa menambahkan keindahan ketika pohon itu dipindah dalam pot sebagai bonsai.
Maka, bonsai yang bagus adalah yang memiliki keindahan alam dan sekaligus keindahan seni. Keindahan alami adalah keindahan transenden, kata Sigit Margono, dosen seni patung yang sering menjadi pengamat bonsai.

Keindahan alam sudah ada dengan sendirinya. Tinggal bagaimana manusia mempelajari dan menikmatinya. Keindahan dari alam adalah keindahan yang mengikuti bahannya sendiri. Namun ketika pohon itu dijadikan bonsai, maka dibutuhkan program, training, dan serangkaian perlakuan lain untuk mencapai keindahan seni. Dengan catatan, keindahan seni itu tetap tidak terlepas dari keindahan alam.

Karena bonsai adalah medium bagi seniman untuk menjadikan karya yang diinginkan. Bonsai ibarat kanvas bagi seniman lukis, atau sebongkah kayu bagi seniman patung. Bedanya, dan inilah keistimewaannya, bonsai harus tetap menjadi pohon hidup.

Soal keindahan itu memang relatif, namun menurut Wahjudi D. Soetomo, keindahan dapat dipelajari. Ada ilmunya. Standar keindahan bonsai memang tergantung katagori bonsai itu sendiri. Kalau bonsai konvensional, tentunya harus mengacu pada aturan atau pakem yang sudah ada.
Misalnya soal perbandingan besar batang, cabang dan ranting. Juga arah percabangan, posisi dimana cabang itu tumbuh. Serta juga bagaimana pula dengan kaki atau akarnya. Sedangkan bonsai kontemporer, cenderung bebas, tidak ada aturan baku yang harus dianut untuk dapat disebut indah. Satu-satunya aturan yang harus dianut adalah, bahwa bonsai itu harus tetap hidup.

Bonsai itu tergolong seni rupa tiga dimensi. Namun menurut Sunardi, penggemar bonsai Probolinggo, bonsai tidak bisa digolongkan seni rupa. “Bonsai yang tetap bonsai. Bahwa bonsai itu seni memang iya, yaitu Seni Bonsai,” ujar mantan Kepala Cabang Dinas Pendidikan yang rajin berburu bonsai itu.
Wahjudi yang merasa bertanggungjawab sebagai pihak yang mencetuskan wacana itu, menerangkan bahwa pada hakekatnya seni rupa itu adalah karya seni yang mengedepakan aspek rupa (visual).

Kalau diterapkan pada bonsai, maka ada elemen-elemen seni rupa yang dapat diterapkan. Yaitu, ada komposisi, keseimbangan, harmoni, proporsi, kedalaman, keserasian, pusat perhatian (center of interest) dan unity (kesatuan). Kesemuanya itu merupakan hal-hal mendasar dalam seni rupa. Juga pada bonsai.
Pameran nasional bonsai di Bali tahun lalu yang diselenggarakan dalam rangka ASPAC IX, menurut Wahjudi membuktikan bahwa keindahan seni pada bonsai mulai diakui. Pameran yang seluruh jurinya berasal dari luar negeri itu ternyata banyak memberikan penghargaan pada bonsai bergaya kontemporer.

Bagaimana menangkap keindahan pada sebuah bonsai?

Yang perlu diperhatikan adalah garis, yaitu imajinasi kita terhadap fakta visual. Garis dapat dibaca pada batang, cabang dan ranting.
Kedua, bentuk, yaitu kumpulan daun atau silhoutte tanaman secara keseluruhan. Daun itu sendiri sebagai bentuk mikro, sedangkan kumpulan daun adalah bentuk makronya. Ketiga, adalah nilai, yaitu aspek gelap terangnya cahaya. Keempat, tekstur, yaitu kualitas permukaan yang dapat diraba. Dan terakhir, yaitu warna, yaitu kualitas permukaan yang ditimbulkan oleh cahaya. Warna, bukan hanya pada daun, batang, namun juga pada potnya.